Thursday, July 2, 2009

Baliberalisme

"Bali adalah contoh sukses bagaimana kita menghadapi dan memanfaatkan globalisasi"
Cawapres Boediono meneriakkan itu dalam kampanyenya di Denpasar, Bali, Minggu (28/6). Ia beralasan, meski banyak orang asing berdatangan, Bali tetap mampu mempetahankan budaya dan tradisi.

Soal mempertahankan tradisi, Bali memang jagonya. Tapi apa benar itu menjadi indikator kesuksesan menghadapi globalisasi? Bagi saya, Bali, justru satu simbol kegagalan globalisasi dalam meninggikan keadilan. Bali juga menjadi contoh telanjang dari neoliberalisme.

Memang, banyak turis asing datang ke Bali. Banyak dolar yang mereka belanjakan di pulau yang indah itu. Kita pun kalau datang ke Bali juga tak ragu menguras isi dompet. Tapi, rakyat Bali hanya mereguk sedikit. Hotel-hotel berbintang, dikuasai asing. Begitu juga tempat hiburan. Rakyat Bali? Kebanyakan hanya menjadi pekerja kelas bawah. Mereka melihat kenikmatan dengan mata telanjang, tapi tak bisa turut mengecapnya. Saat kita membayar ratusan ribu untuk makan, hanya sebagian kecil yang mengalir ke rakyat Bali. Jadi, mana yang disebut sukses?

Tadi siang, saya makan siang di Hotel Bali Intercontinental, ditraktir tim kampanye Boediono. Saya pesan menu "beef rendang". Lidah saya langsung berontak saat mencicip rendang itu. Tak sedap bumbunya. Lalu saya menoleh, dan tahu kalau sang chef adalah seorang bule. Hah, masak rendang saja kok harus pake chef bule!

O iya. Sebelum makan, di lobi, saya cari colokan listrik untuk laptop. Duh, colokannya bukan standar Indonesia...

No comments:

Post a Comment